Photo By NiDE |
Ia Terurai Dalam Untaian Bisu,
Di Awal Yang Masih Gelap Ini,
Belum Ada Yang Sungguh Tahu
Betapa Sakitnya Ia
Menanggung Luka Yang Tak Pernah Benar-Benar Pergi.
Tentang seseorang yang terluka... tapi lukanya nggak kelihatan. Dia nggak teriak, nggak marah, nggak minta tolong dia cuma diam. Tapi diamnya itu bukan karena kuat, tapi karena capek. Karena mungkin selama ini nggak ada yang benar-benar peduli atau sadar kalau dia sebenarnya butuh dipeluk, butuh dimengerti.
Dia pernah punya harapan, pernah percaya sama yang indah-indah. Tapi ternyata hidup nggak selalu semanis itu. Dan kadang, yang paling nyakitin bukan kejadian besar tapi rasa sepi, rasa nggak dianggap, rasa percaya yang ternyata salah tempat.
Moralnya?
Kita nggak pernah benar-benar tahu seberapa berat beban yang orang lain bawa. Bahkan orang yang kelihatan paling tenang sekalipun, bisa jadi lagi berjuang mati-matian supaya nggak jatuh.
Jadi, pesannya simpel tapi dalam : belajarlah peka. Belajarlah melihat yang nggak diucapkan. Dan kalau bisa, jangan cuek sama orang yang diam. Bisa jadi, mereka cuma butuh sedikit kepedulian untuk nggak runtuh sepenuhnya.
Dan kalau kamu sendiri yang lagi kayak si “bulan” di puisi ini, ingat .... nggak apa-apa kalau kamu capek. Nggak salah kalau kamu ngerasa hancur. Tapi jangan simpan semuanya sendirian terus-terusan. Kamu layak dimengerti, layak dirangkul, dan layak sembuh pelan-pelan, tapi pasti.